Merebaknya wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Pacitan berdampak serius pada penjualan daging sapi. Omzet para pedagang daging sapi dan bakso turun drastis hingga 75 persen. Kondisi ini terlihat di Pasar Arjowinangun, Kecamatan Pacitan, yang kini tampak sepi pembeli. Bahkan, beberapa lapak daging sapi kosong, ditinggalkan oleh pemiliknya.
Ira Marliana, salah seorang penjual daging sapi di pasar tersebut, mengatakan bahwa sebelumnya ia bisa menjual satu ekor sapi seberat 500 kilogram dalam sehari. Namun, sejak wabah PMK merebak, ia hanya bisa menghabiskan daging sapi dalam waktu dua hingga tiga hari. Hal ini menyebabkan omzetnya turun signifikan.
“Omzet kami turun drastis hingga 75 persen, karena pembeli sangat jarang datang. Biasanya, dalam sehari saya bisa menjual satu ekor sapi, tetapi kini membutuhkan dua hingga tiga hari,” kata Ira Kamis, (16/01) pagi.
Tidak hanya penjual daging sapi, para pedagang bakso juga merasakan dampak yang sama. Meskipun mereka sudah memastikan bahwa daging sapi yang digunakan bebas dari PMK, sepi pembeli tetap menghantui mereka. Penurunan omzet penjual bakso tercatat hingga 30 persen dibandingkan hari-hari sebelumnya.
“Meskipun saya sudah membeli daging sapi dari tempat yang bebas wabah, pembeli tetap enggan datang. Pendapatan kami turun 30 persen,” ujar Adi Prayoga, penjual bakso.
Sementara itu, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Pacitan mengklaim bahwa daging ternak yang terpapar PMK tetap aman dikonsumsi, karena PMK tidak termasuk dalam penyakit zoonosis yang dapat menular ke manusia.
“PMK tidak dapat menular ke manusia, sehingga daging dari ternak yang terpapar PMK tetap aman untuk dikonsumsi,” jelas Wahyu Indra Santosa, Dokter Hewan DKPP Pacitan.
Hingga saat ini, wabah PMK telah menyebar ke 12 kecamatan di Pacitan dengan total lebih dari 804 kasus. Dari jumlah tersebut, 57 ekor sapi dilaporkan mati. Dampak wabah ini jelas terasa bagi para peternak dan pedagang, yang kini harus menghadapi penurunan pendapatan yang cukup besar. (Edwin Adji)